Hakim ad hoc Tipikor pada Pengadilan Negeri Medan, Merry Purba, mengajukan eksepsi atas dakwaan penuntut umum KPK. Merry didakwa menerima suap sebesar SGD 150.000 atau sekitar Rp 1,56 miliar (kurs Rp 10.424,5) terkait vonis perkara korupsi pengalihan lahan negara.
"Bahwa keterangan Helpandi ini tidak didukung oleh alat bukti pendukung lainnya seperti percakapan melalui telepon antara Merry Purba dengan Helpandi. Tidak ada bukti petunjuk lainnya yang menunjukkan adanya keterlibatan Merry Purba dalam perkara ini," kata pengacara Merry, Efendi, saat membacakan eksepsi di Pengadilan Tipikor Jakarta, Senin (21/1).
Selain itu, pengacara menilai bahwa surat dakwaan tidak cermat dan substansinya kabur. Sebab, pemberian barang bukti uang yang diduga suap dianggap tidak pernah disita oleh KPK. Menurut Efendi, ketiadaan barang bukti itu menjadikan rangkaian proses penyidikan yang menjadikan tersangka dan terdakwa dianggap cacat formil karena tidak terpenuhinya alat bukti yang terdapat dalam berkas perkara.
Ia didakwa bersama-sama dengan Helpandi menerima suap tersebut. Helpandi disebut telah menerima suap sebesar SGD 280 ribu. Suap diduga diberikan Tamin Sukardi melalui Hadi Setiawan. Dari total uang itu, sebanyak SGD 130 ribu di antaranya disebut akan diberikan untuk hakim Sontan Merauke Sinaga.
Suap diduga diberikan agar Tamin mendapat putusan bebas dalam putusan perkara tipikor nomor: 33/Pid.Sus-TPK/2018/PN.Mdn mengenai pengalihan tanah negara/milik PTPN II kepada pihak lain seluas 106 hektar bekas Hak Guna Usaha (HGU) PTPN II Tanjung Morawa di Pasa IV Desa Helvetia, Deli Serdang atas nama Tamin Sukardi.
Atas perbuatannya tersebut, Merry Purba dan Helpandi didakwa berdasarkan pasal 12 huruf c atau pasal 12 huruf a atau pasal 11 jo pasal 18 UU No 31 sebagaimana diubah dengan UU No 20 tahun 2001 tentang Pemberantasan Tindak Pidana Korupsi Jo pasal 55 ayat 1 ke-1 KUHP.
Sumber : https://kumparan.com/@kumparannews/hakim-ad-hoc-tipikor-medan-ajukan-eksepsi-persoalkan-bukti-kpk-1548048724320733442